FMPS

29 Nopember 2008 dengan semangat memajukan kembali Progdi TBI tadris Bahasa Inggris, beberapa mahasiswa STAIN bersama dengan dosen membuat sebuah forum yang dinamakan FMPS yang berkepanjangan Forum Mahasiswa Progam Studi.

forum ini diwujudkan untuk menampung beberapa aspirasi mahasiswa utnukj berbagai keluhan saran dan kritik akan perkembangan dan kemajuan Stain dan progdi TBI khusunya.

Doakan Ya.....

Tafsir Tematik

PENDAHULUAN
Kitab suci Al Qur’an sebagai sebuah karya puisi terindah dari Allah SWT dan sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW memiliki kandungan makna dan gaya bahasa yang sangat elegan.Tidak ada yang bisa menyaingi dan menyamai keindahan Al Qur’an. Sehingga tidak heran ketika Al Qur’an bersifat Mu’jiz. Atau kalau kita meminjam istilahnya Al Nazam Al Qur’an memiliki teori Al Shirfah. Teori ini terbukti ketika Abul Walid seorang sastrawan ulung pada masa nabi tercengang ketika nabi membaca surat Al Fushilat. Begitu juga dengan Umar bin Khotob masuk islam karena mendengar lantunan puisi puisi Allah SWT tersebut. Bahkan Musailamah Al Kazdab pernah mencoba membuat tandingan Al Qur’an, tetapi baru beberapa syair saja oleh Al Jahiz, sastrawan terkemuka dikatakan bahwa syairnya merupakan sastra yang kotor yang menyelimuti hati pemiliknya.
Keindahan gaya bahasa Al Qur’an yang tinggi mambuat sulit untuk memahami secara menyeluruh makna yang terkandung didalamnya kecuali orang yang memiliki keahlian khusus. Ditambah lagi dengan umat islam yang tersebar diseluruh penjuru dunia begitu sangat apresiatif dalam memahami Al Qur’an. Sehingga pada tahun 251-310 H Muhammad bin Jarir At Thobari mencoba menafsirkan Al Qur’an dengan analisis redaksinya. Ilmu ini berkembang pada tahun 403 H dengan ditandainya metode komparasi atau Muqorin yang dipelopori oleh Abu Bakar Al Baqillani.
Tujuan ilmu tafsir adalah mengetahui apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hambaNya, baik berkaitan dengan perintah atau larangan. Begitu juga dengan petunjuk dalam menggapai hidup yang romantis denganNya.

Allah SWT dalam syair syair puisinya mengatakan
!$yJx. $uZù=y™ö‘r& öNà6‹Ïù Zwqß™u‘ öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3ø‹n=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.t“ãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès?
Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al Baqoroh 151)

ë=»tGÏ. çm»oYø9t“Rr& y7ø‹s9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£‰u‹Ïj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.x‹tFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$#
Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Shod 29)
TAFSIR TEMATIK
I. Latar Belakang
Beberapa macam metode yang digunakan dalam ilmu tafsir antara lain metode tahlili (klasik), semantic, semiotic dan tematik atau maudlu’i. Penulis disini hanya akan menguraikan satu metode yang dianggap paling sempurna dan bisa menjadikan Al Qur’an berbicara dengan umat manusia. Metode tersebut adalah tafsir tematik.
Melihat kekurangan dari metode klasik, diantaranya pertama, memperlakukan ayat secara atomistik, individual dan terlepas dari konteks umumnya sebagai kesatuan, padahal al-Qur`an adalah satu kesatuan yang utuh, dimana ayat dan surat yang satu dengan lainnya saling terkait. Kedua, kemungkinan masuknya ide mufasir sendiri yang tidak sesuai dengan maksud ayat yang sebenarnya. Kritik bint al-Syathi ini bukan tidak beralasan. Kenyataanya, setelah tafsir al-Thabari, kitab-kitab tafsir senantiasa memiliki corak tertentu yang bisa dirasakan secara jelas bahwa penulisnya ‘memaksakan sesuatu pada al-Qur`an’, berupa faham teologi, fiqh, tasawuf atau setidaknya aliran kaidah bahasa tertentu. Ini bisa dilihat, misalnya, pada tafsir al-Kasysyaf karya al-Zamakhshari (1074-1143), Anwâr al-Tanzîl karya al-Baidlawi (w. 1388) atau Bahr al-Muhît karya Abu Hayyan (1344). Maka pada bulan Januari 1960, Syaikh Al-Azhar, Mahmud Syaltut, menerbitkan Tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim. Di situ beliau menafsirkan Al-Quran bukan ayat demi ayat, tetapi dengan jalan membahas surat demi surat atau bagian suatu surat, dengan menjelaskan tujuan-tujuan utama serta petunjuk-petunjuk yang dapat dipetik darinya. Walaupun ide tentang kesatuan dan isi petunjuk surat demi surat telah pernah dilontarkan oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru dimulai oleh Mahmud Syaltut. Metode ini, walaupun telah banyak menghindari kekurangan-kekurangan metode lama, masih menjadikan pembahasan mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisah-pisah, karena tidak kurang satu petunjuk yang saling berhubungan tercantum dalam sekian banyak surat yang terpisah-pisah. Contoh dalam tafsir ini, Surat Al Kahfi, berarti gua sebagai perlindungan. Maka sebagian besar ayat ayat yang terkandung didalamnya dikaitkan dengan perlindungan tersebut.
Melihat masih adanya kelemahan tafsir tersebut maka Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar sampai tahun 1981 mengenalkan pada umat islam dengan metode maudlu’I atau tematik.
II. Definisi Tafsir Tematik
Tafsir Tematik adalah metode penafsiran Al Qur’an yang dilakukan dengan cara memilih topic tertentu kemudian mencari penjelasannya dalam Al Qur’an dan dicari kaitan antara berbagai ayat agar satu sama lain bersifat menjelaskan.
Kalau kita analogkan maka tafsir tematik adalah seperti satu kotak nasi yang siap langssung disantap dengan menu tertentu. Sedangkan tafsir tahlili adalah seperti makanan prasmanan, dimana telah disiapkan beberapa menu makanan.
Oleh Dr. Mahmud Syaltuht sendiri mengatakan bahwa metode ini adalah metode yang paling relevan dan bisa memecahkan masalah kontemporer saat ini. Ini merupakan tafsir bil ma’stur dengan menggunakan penjelasan ayat per ayat atau surat per surat yang mengacu pada satu topic tertentu. Sehingga metode ini bisa mendapat kebenaran secara obyektif.

III. Metode Penyusunan
Dalam penyusunan metode maudlu’I ini memerlukan ketelitian, kecermatan dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi umat islam. Seorang mufassir harus bisa berpikir proporsional dan adaptif.
Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i dengan mengemukakan secara terinci Prosedur yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu'iy. Prosedur tersebut adalah sebagai berikut
1) Mencari topik/ maudlu’ yang akan dibahas
Diharapkan tema yang dipilih adalah tema tentang permasalahan konkret yang dialami masyarakat luas. Harus sesuai dengan kondisi sekarang.
2) Menginventaris ayat ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan topic
Klarifikasi ayat ayat al Qur’an secara menyeluruh, sehingga bisa dikatakan bahwa Al Qur’an berbicara langsung terhadap tema yng dibahas, tidak setengah-setengah.
3) Menyusun ayat menurut hirarkhinya.
Dalam klarifikasi ayat ayat tersebut diperhatikan asbabun nuzul, makiyah atau madaniyah, mutlaq muqoyyadnya, yang global dan terperinci. Dibutuhkan juga sebuah analisa semantic, analisis bahasa untuk mengetahui makna terdalam dalam lafazd-lafazd ayat Al Qur’an. Analisis ini dikenalkan pada1966 oleh Toshihiko Izutsu
4) Munasabah antar ayat Al Qur’an dalam satu tema
Sebagai penyempurnaan tafsir tahlili, maka munasabah sangat diperlukan. Dikatakan oleh Fakhruddin Al-Razi bahwa adanya keterkaitan antar ayat satu dengan yang lainnya walaupun berbeda surat. Sebuah kompleksasi Al Qur’an.
5) Memperkuat dengan Hadist Nabi
Kesempurnaan dan penyelesaian satu tema belum cukup dengan ayat ayat Al Qur’an saja. Ini bisa lebih diperkuat lagi dengan menggunakan dalail dalail lainnya seperti hadist nabi. Atau bisa juga dengan menggunakan ijtihad para ulama dan qiyas. Sehingga tema tersebut memiliki referensi yang lengkap dan kuat.
IV. Keistimewaan Metode Tematik
Tafsir tematik adalah metode tafsir secara konvergensi. Artinya semua metode yang ada sebelumnya diadopsi dan disempurnakan sehingga mencapai suatu kesimpulan kebenaran yang obyektif.
Beberapa Mazaya/ keistimewaan metode ini adalah
1) Memperoleh pemahaman Al Qur’an secara menyeluruh dan utuh terhadap satu permasalahan tertentu.
2) Relevan dengan kebutuhan masyarakat umum. Artinya metode ini praktis dan komperhensif.
3) Membuktikan bahwa Al Qur’an sebagai problem solver dalam kehidupan ini.
4) Membuktikan bahwa islam adalah agama yang Syumul. Semua aspek kehidupan diatur didalamnya dengan diperkuat dengan dalil hadist nabi.
V. Kitab Tafsir Tematik
Sebuah kesempurnaan dalam sebuah pemahaman terhadap alQur’an. Al Qur’am mampu menemani dan berbicara dengan dunia alam semesta sepanjang zaman. Beberapa kitab tafsir ytang menggunakan metode tematik ini adalah
1) Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i
2) Prof. Dr. Al-Husaini Abu Farhah menulis Al-Futuhat Al-Rabbaniyyah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i li Al-Ayat Al-Qur'aniyyah
3) Al bayan Fi Aqsamil Qur’an, oleh Ibnu Qoyyim
4) Majazul Qur’an, oleh Abu Ubaidah
5) Mufrodatul Qur’an, oleh Ar Raghib
6) Nasikh Wa Mansukh Minal Qur’an, oleh Abu Ja’far An Nuhas
7) Asbabun Nuzul, oleh Al Wahidi
8) Ahkamul Qur’an, oleh Al Jashshash
VI. Perbandingan Metode Tafsir

Faktor Tahlili Semantik Tematik
Penemu


System





Hasil Muhammad bin Jarir Al-Thabari
Menafsirkan secara tertib ayat mencakup berbagai topic bahasan
Hasil tafsiran belum detail Toshihiko Izutsu

Analisis bahasa redaksi

Belum detail Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy
Menafsirkan secara menyeluruh dalam satu topik
Detail dan tuntas




PENUTUP
KESIMPULAN
· Tafsir tematik adalah metode tafsir yang yang dilakukan dengan cara memilih satu topic tertentu dan kemudian dicari ayat ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan topic tersebut.
· Metode ini merupakan metode konvergensi yang menggabungkan antara beberapa metode tafsir yang ada seperti, metode tahlili, semantic, semiotic, ijmali dan juga metode comparative atau muqorin
· Langkah Penyusunan Metode Tematik
- Memilih Tema
- Menginventariskan ayat ayat Al Qur’an
- Mengklarifikasi ayat ayat Al Qur’an tersebut
- Munasabah ayat- ayat Al Qur’an
- Menggunakan dalil penguat seperti hadist nabi, ijtihad atau qiyas
· Keistimewaan Metode Tematik
- Metode yang komplek dan sempurna
- Lebih praktis dan mudah dipahami
- Menjawab permasalah secara tuntas
- Menguatkan akan kesempurnaan Al Qur’an
· Kelemahan Metode Tematik yaitu mengurangi semangat umat muslim dalam mentadaburi Al Qur’an.


DAFTAR PUSTAKA
· Al Qur’anul Kariim.Departemen Agama RI. PT Syamil Cipta Media
· Dimensi-Dimensi Studi Islam. Drs.Tadjab M.A. Drs. Muhaimin M.A, Drs. Abd.Mujib. Karya Abditama. Surabaya 1994
· Matematika Islam. KH Fahmi Basya. Penerbit Republika. 2005
· Studi Ilmu Qur’an. Prof Dr. Muhammad Ali Ash-shabuuniy.Maktabah Al Ghozali. Damaskus. 1991
· Wawasan Al Qur’an, Tasir Maudlu’I atas pelbagai persoalan umat. M. Quroisy Syihab
· www.khudori.blogspot.com
· www.maqmun.blogspot.com

STAIN SALATIGA

Sejak berdirinya sampai saat ini, STAIN Salatiga telah melewati sejarah yang cukup panjang, dan mengalami beberapa kali perubahan kelembagaan. Pendirian lembaga ini, bermula dari cita-cita masyarakat Islam Salatiga untuk memiliki Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu didirikanlah Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) “Nahdlatul Ulama” di Salatiga. Lembaga ini menempati gedung milik Yayasan “Pesantren Luhur”, yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 64 Salatiga. Lembaga ini berdiri berkat dukungan dari berbagai pihak, khususnya para ulama dan pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Tengah.
Dalam rentang waktu kurang setahun, lembaga ini diubah dari FIP IKIP menjadi Fakultas Tarbiyah. Maksud perubahan tersebut adalah agar lembaga ini dapat dinegerikan bersamaan dengan persiapan berdirinya IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang. Guna memenuhi persyaratan formal, maka dibentuklah panitia pendiri yang diketuai oleh K.H. Zubair dan sekaligus diangkat sebagai Dekannya.
Dalam waktu yang bersamaan dengan proses pendirian IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang, Fakultas Tarbiyah Salatiga diusulkan untuk dinegerikan sebagai cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah dilakukan peninjauan oleh Tim Peninjau yang dibentuk IAIN Sunan Kalijaga, akhirnya pembinaan dan pengawasan Fakultas Tarbiyah Salatiga diserahkan padanya. Keputusan ini didasarkan pada Surat Menteri Agama c.q. Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Nomor Dd/PTA/3/1364/69 tanggal 13 November 1969.
Ketika IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang berdiri, Fakultas Tarbiyah Salatiga mendapatkan status negeri, dan menjadi cabang IAIN Walisongo. Penegerian Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tersebut berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 30 Tahun 1970 tanggal 16 April 1970